Film ini ditampilkan dengan alur yang tidak linear, adegan masa lalu (Johan kecil & remaja) dan masa kini (Johan sebagai tentara Belanda) muncul silih berganti. Teknik alur yang tidak kronologis menjadikan film ini seperti sebuah puzzle. Pecahan-pecahan (fragmen) adegan di masa lalu perlahan-lahan dimunculkan menguak teka-teki yang akhirnya akan terjawab di akhir film. Bagi yang tidak paham sejarah Indonesia khususnya dalam kurun waktu 1900an-1949 dengan posisi geografis di sekitar Kebon Jati & Batavia maka akan kesulitan memahami waktu-waktu kejadian yang berlangsung di film ini. Sebaliknya bagi yang paham sejarah tersebut maka akan lebih mudah untuk memahami film ini. Selain itu yang membuat film ini agak sulit untuk diraba latar waktu kejadiannya adalah karena sepanjang film tidak pernah dicantumkan informasi tahun, namun bagi yang paham sejarah bisa menganalisa secara garis besar latar waktu kejadian tersebut, terdapat 3 latar waktu kejadian di film ini:
I. Ketika Johan masih kecil (kira2 usianya 5-7 th) (sekitar tahun 1920-1930)
II. Ketika Johan remaja & berencana akan melanjutkan studinya ke Belanda, kira-kira usianya 18-20th (sekitar tahun 1938-1940 )
III. Ketika Johan datang sebagai tentara Belanda kira-kira usianya sekitar 26-28 tahun (sekitar tahun 1947-1949)
Secara kronologis kisah ini bermula saat Johan kecil yang lahir & tumbuh di negeri Hindia Timur. Johan adalah anak dari pemilik perkebunan Hendrik Ten Berghe, Hendrik memiliki jongos yang bernama Deppo, anak Deppo inilah yang bernama Oeroeg. Sejak kecil sampai remaja Johan bersahabat dengan Oeroeg, namun persahabatan antar ras itu mulai rusak ketika Oeroeg mulai menyadari sikap bangsa Belanda yang suka merendahkan bangsa pribumi.
Titik balik sikap Oeroeg yang tadinya bersahabat menjadi bermusuhan dengan Johan adalah pada saat Oeroeg & Johan menonton film di gedung yang sama namun posisi mereka jelas dibedakan. Pada masa itu posisi penonton dibagi berdasarkan ras. Ras kulit putih menonton dengan posisi normal, sementara bangsa pribumi menonton dari balik layar, sehingga semua tulisan akan terbaca terbalik. Oeroeg semakin sadar akan kesalahan sistem yang diskriminatif yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda saat ia bergabung dengan pergerakan nasional. Hubungan antara bekas sahabat tersebut semakin tidak harmonis & diakhiri dengan kepergian Johan ke Belanda untuk melanjutkan studinya. Ketika Johan kembali ke negeri ini ia masih berharap untuk bisa bersahabat dengan Oeroeg, namun Oeroeg menegaskan kalau persahabatan itu tidak akan terjalin selama seseorang masih dianggap lebih rendah daripada orang lain.
Oeroeg adalah sahabat Johan di masa lalu saat virus kesadaran akan diskriminasi ras belum menghinggapi anak pribumi itu, ketika Johan kembali ia mencari sahabatnya yang telah “hilang”. Hindia Timur juga masa lalu Johan saat ia masih merasakan kedamaian & ketenangan di bumi ini, ketika ia kembali semuanya juga telah hilang. Oeroeg adalah metafora dari Hindia Timur yang telah mengalami perubahan dan berganti nama menjadi Indonesia & Oeroeg bukan lagi milik Johan, begitu juga negeri berpenduduk ramah ini. Rupanya Johan si anak pemilik perkebunan ini telah kehilangan sahabat & tanah kelahirannya sekaligus. Sangat ironis ketika ia ingin pulang ke negeri kelahirannya yang indah ini, namun ia justru disuruh pulang dari “rumah”nya sendiri oleh TNI “Dutchman, Go Home!”
Ramdan Panigoro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar